Senin, 28 November 2016

Makalah Metodologi Penelitian (Pengukuran Dalam Penelitian)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Instrument penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrument yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila bila variabel penelitiannya lima, maka jumlah instrument yang digunakan untuk penelitian juga lima. Instrument-instrumen penelitian sudah ada yang dibakukan, tetapi ada yang harus dibuat peneliti sendiri. Karena instrument penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrument harus mempunyai skala. Bermacam-macam skala pengukuran akan diberikan pada halaman berikut.
B.     Rumusan Masalah 
1.      Apa saja Macam-macam Skala Pengukuran ?
2.      Apa saja Tingkat Pengukuran dalam Penellitian ?
3.      Bagaimana Cara Penyusunan Indeks Pengukuran dalam Penelitian ?













BAB II
PEMBAHASAN


A.    Macam-macam Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya timbangan emas sebagai instrumen untuk mengukur panjang dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan instrument tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien daan komunikatif. Misalnya berate mas 19 gram, berat besi 100 kg, suhu badan orang yang sehat 37 derajat celcius, IQ seseorang 150. Selanjutnya dalam pengukuran sikap, sikap sekelompok orang akan diketahui termasuk gradasi mana dari suatu skala sikap. Macam-macam skala pengukuran dapat berupa: skala nominal, skala ordinal, skala interval dan skala rasio, dari skala pengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval dn ratio.[1]
Beberapa skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, Pendidikan dan Sosial antara lain adalah:
1.      Skala Likert
2.      Skala Guttman
3.      Rating Scale
4.      Semantic Deferential
Ke lima jenis skala tersebut bila digunakan dalam pengukuran, akan mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang yang akan diukur.
1.      Skala likert
Skala Likert digunakan untuk mengatur sikap, pendapat, dan persepsi seorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variabel penelitian .
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pernyataan.
2.      Skala Guttman
Skala pengukuran dengn tipe ini. Akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah” ; “pernah-tidak pernah”; “positif-negaatif” dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa interval atau rasio dikotomi (dua alternative). Jadi kalau pada skala likert terdapat 3, 4, 5, 6, 7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada skal guttman hanya ada skala interval yaitu “setuju” atau “tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang dinyatakan
3.      Skala defferensial
Skala pengukuran yang berbentuk semantic differensial dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya saja bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negative” terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap/karakteristiktertentu yang dipunyai oleh seseorang.
4.      Rating Scale
Dari ketiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapiuntuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain.

B.     Tingkat Pengukuran Dalam Penelitian
Pengukuran tidak lain dari penunjukan angka-angka pada suatu variabel menurut aturan yang telah ditentukan. Tingkat pengukuran yang luas digunakan dalam penelitian dalam penelitian sosial adalah yang dikembangkan oleh S.S Stevens yang membagi tingkat ukuran ke dalam empat kategori yakni: nominal, ordinal, interval dan rasio.
1.      Ukuran Nominal
Ukuran nominal adalah tingkat pengukuran yang paling sederhana. Pada ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongan hanyalah kategori yang tidak tumpang tindih  dam tuntas.
2.      Ukuran Ordinal
Tingkat ukuran yang kedua adalah yang memungkinkan peneliti untuk mengurutkan respondennya dari tingkatan “paling rendah” ke tingkatan “paling tinggi” menurut suatu atribut tertentu.
3.      Ukuran Interval
Seperti halnya ukuran ordinal, ukuran interval adalah mengurutkan orang atau objek berdasarkan suatu atribut. Selain itu, ia juga memberikan informasi tentang interval antara satu orang atau objek dengan orangg atau objek lainnya. Interval atau jarak yang sama pada skala interval dipandang sebagai mewakili interval atau jarak yang sama pula oada objek yang diukur.
4.      Ukuran Rasio
Ukuran rasio diperoleh apabila selain informasi tentang urutan dan interval antar responden, kita mempunyai informasi tambahan tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki oleh salah satu dari responden tadi.[2]

C.    Cara Penyusunan Indeks Pengukuran dalam Penelitian
Di Indonesia kebanyakan peneliti sosila belum memberikan perhatian yang cukup serius pada instrumen pengukur (skala atau indeks) yang mereka gunakan. Karena itulah kita sering kali memenuhi indeks dan skala yang kurang baik dan hasil penelitian yang kurang dapat dipercaya.
Walaupun diatas dikatakan bahwa indeks lebih sering dipakai dalam penelitian sosial, sebenarnya penyusunan indeks bukanlah pekerjaan yang mudah. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyusunan indeks adalah sebagai berikut:
1.      Menyeleksi Pertanyaan
Indeks adalah ukuran gabungan yang disusun untuk mengukur suatu variabel tertentu. Salah satu kriteria yang dipakai untuk menentukan “apakah pertanyaan dapat dimasukkan ke dalam suatu indeks”, adalah validitas-muka (face validity).
2.      Hubungan antara pertanyaan (Item)
Langkah kedua dalam penyusunan inndeks adalah melihat hubungan bivariate maupun multivariate dari pertanyaan-pertanyaan (items) yang hendak dimasukkan. Secara teoritis, pertanyaan-pertanyaan yang mengukur suatu variabel harus berhubungan satu sama lain. Pada indeks nilai ekonomi anak, kelima pertanyaan tersebut mempunyai korelasi yang cukup tinggi satu sama lain (bivariate) maupun secara keseluruhan (multivariate), karena semuanya mengukur derajat ketergantungan responden kepada anaknya secara ekonomis.
3.      Menentukan Skor
Setelah pertanyaan-pertanyaan untuk suatu indeks ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah menetukan skor untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Skor ini kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan skor gabungan. Pada tahap ini, ada dua keputusan yang harus dibuat oleh peneliti. Pertama, peneliti harus membuat keputusan tentang jenjang (range) skor untuk indeks yang disusunnya. Biasanya seorang peneliti menginginkan range yang cukup besar sehingga informasi yang dikumpulkan lebih lengkap.
Keputusan kedua yang harus dibuat adalah mengenai skor yang akan diberikan pada setipa pertanyaan. Apakah setiap  pertanyaan akan diberi skor yang sama atau peerlu diberi penimbang (weight). Masalah ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan indeks kekayaan yang merupakan penjumlahan dari berbagai barang milik, yang mempunyai bobot nilai yang berbeda.[3]















BAB III
KESIMPULAN
Beberapa skala sikap yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi, Pendidikan dan Sosial antara lain adalah:
1.      Skala Likert
2.      Skala Guttman
3.      Rating Scale
4.      Semantic Deferential
Tingkat pengukuran yang luas digunakan dalam penelitian dalam penelitian sosial adalah yang dikembangkan oleh S.S Stevens yang membagi tingkat ukuran ke dalam empat kategori yakni: nominal, ordinal, interval dan rasio.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyusunan indeks adalah sebagai berikut:
1.      Menyeleksi Pertanyaan
2.      Hubungan antara pertanyaan (Item)
3.      Menentukan Skor













DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Sofian. Singarimbun, Masri, 1989, Metodologi Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta
Sugiyono, 2012, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, ALFABETA, Bandung
Sugiyono, 2007, Metodologi Penelitian Administrasi, ALFABETA, Bandung


[1] Effendi, Sofian. Singarimbun, Masri, Metodologi Penelitian Survai, LP3ES. Jakarta. 1989. Hal: 21

[2] Sugiyono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. ALFABETA, Bandung. 2012. Hal: 14

[3] Sugiyono, Metodologi Penelitian Administrasi, ALFABETA, Bandung. 2007. Hal: 20

Makalah Filsafat Dakwah (Objek Dakwah)



BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Dalam mempelajari Filsafat banyak sekali Manfaat yang bisa kita ambil dan kita petik guna untuk menjalani hidup yang sebaik-baiknya. diantaranya Fiillsafat membantu kita unntuk berfikir lebih Kritis dalam hal apapun. Didalam Filsafat dakwah juga banyak sekali hal-hal yang dikaji dan dipelajari secara kritis dan mendalam. Sebagai mana ilmu lain filsafat juga memiliki berbagai macam cabang-cabangya. Mempelajari filsafat adalah salah satu hal yang menarik dan banyak diminati oleh orang-orang, terutama mereka yang ingin mecari kebenaran. Oleh karna itu penulis menyusun makalah ini guna untuk mengenal dan mempelajari filsafat, objek kajian serta manfaat mempelajari filsafat Dakwah.



B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Objek Dakwah itu?
2. Apa saja Objek kajian Filsafat Dakwah?
3. Manfaat mempelajari Filsafat Dakwah?








BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Objek Dakwah
Objek dakwah adalah orang-orang yang dijadikan sasaran untuk menerima dakwah yang sedang dilakukan oleh da’i. Keberadaan objek dakwah yang sering kita kenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideologi, pendidikan, status sosial, sosial,, kesehatan dan sebagainya. Abdul Munir Mulkhan membedakan objek daakwah menjadi dua kategori. Pertama, umat dakwah yaitu masyarakat luas yang belum memeluk agama islam (non muslim). Kedua, umat ijabah yaitu mereka yang telah memeluk agama islam,dimana dalam praktiknya umat ijabah ini terbagi menjadi dua objek yaitu objek umum yang merupakan masyarakat mayoritas, awam dengan tingkat heterogenitas tinggi, dan objek khusus karena status yang membentuk kelompok-kelompok tertentu, seperti kelompok mahasiswa, ibu-ibu, pedagang, petani dan lain sebagainya (Mulkhan, 1996:208-209).
Dalam proses dan pelaksanaan dakwah, madd’u dapat bersifat individu ataupun kolektif. Individu karena memasang tujuan dakwah adalah mengajak dan mendorong manusia untuk mengamalkan ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari agar mempeoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Bersifat kolektif  karena dakwah juga bertujuan untuk membentuk tatanan kehidupan masyarakat yang bersendikan islam. Masyarakat islam tidak hanya terbentuk manakala tidak didukung oleh anggota yang tidak islami, demikian pula sebaliknya, individu yang islami tidaka akan terbentuk didalam masyarakat yang tidak menghargai Islam (Aris Saefullah, 2003: 48).[1]

2.      Objek kajian filsafat
Sebelum menginjak pada pembahasan objek kajian ilmu filsafat dakwah, supaya lebih jelas kita mengulangi permasalahan tentang objek kajian Filsafat, kemudian Objek kajian Dakwah dan akhirnya diintegrasikan antara keduanya membentuk objek kajian Filsafat Dakwah. Namun sebelum ke objek kajian, kita ketahui terlebih dahulu apa pengertianya. Objek kajian dalam keilmuan maupun filsafat adalah objek formal dan objek material. Objek material adalah lapangan penyelidikan suatu cabang ilmu, sedangkan objek formal adalah sudut tertentu yang menentukan suatu macam ilmu dan membedakan antara ilmu satu dengan lainnya. Demikianlah objek kajian filsafat dakwah menurut beberapa tokoh:

a.       Objek Kajian Material
Menurut Drs. Suisyanto, Objek material filsafat dakwah adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada yang berkaitan dengan dakwah, baik yang berkaitan dengan ajaran dakwah maupun perbuatan manusia yang berhubungan dengan dakwah.
Menurut Andy Dermawan dkk, objek material filsafat dakwah adalah manusia, Islam, Allah dan lingkungan dunia. Dengan filsafat dakwah dijelaskan proses interaktif manusia yang menjadi subjek (da’i) dan objek (mad’u) dalam proses dakwah, Islam sebagai pesan dakwah di lingkungan dunia di mana manusia akan mengamalkan dan menerapkan ajaran dan nilai keislaman serta Allah yang menurunkan Islam dan memberikan takdirnya yang menyebabkan terjadinya perubahan tindakan, keyakinan dan sikap.[2]
Menurut Dr. H. Nur Syam, objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada atau mungkin ada, maka objek formalnya adalah pemikiran atau keterangan sedalam-dalamnya tentang objek material tersebut. Objek material filsafat dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu Hakikat Tuhan, hakikat manusia dan hakikat alam semesta.

b.      Objek kajian Formal
Menurut Drs. Suisyanto objek formal filsafat dakwah adalah usaha untuk mendapatkan pemahaman yang sedalam-dalamnya sesuai dengan akal budi manusia tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyampaian ajaran Islam kepada umat Islam dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya baik secara praktis maupun teoritis.[3]
Menurut Andy Dermawan dkk, objek Formal filsafat dakwah adalah mempelajari bagaimana hakikat dakwah.Menurut Dr. H. Nur Syam, objek Formal filsafat adalah pemikiran secara radikal akan objek material tersebut.
Objek kajian dakwah adalah hubungan interaksional antara subjek dakwah dengan objek dakwah dengan menggunakan metode, materi, dan media dakwah tertentu untuk mencapai tujuan dakwah. Sehingga secara proposional dapat dinyatakan dalam proposisi, sebagai berikut:
1.  Subjek dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
2.  Media dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
3.  Metode dakwah tertetnu berhubungan dengan religiositas objek dakwah. 
4.  Materi dakwah tertentu berhubungan dengan religiositas objek dakwah.
Objek kajian dakwah adalah setiap bentuk dari proses merealisasikan ajaran Islam pada kehidupan manusia melalui strategi, metode, dan sistem yang relevan dengan mempertimbangkan aspek religio-politik-kultural-sosio dan psikologis umat manusia.
Setelah mendalami masalah objek kajian filsafat dan objek kajian dakwah, sekarang kita dapat mengintegrasikan antara keduanya yaitu objek kajian filsafat dakwah. Objek studi filsafat dakwah adalah pemikiran mendalam dan radikal, logis dan sistematis tentang proses usaha merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia dengan melalui strategi, metode, dan sistem yang relevan dengan mempertimbangkan dimensi religio-politik-kultural-sosio-psikologis umat manusia.[4]

3.      Manfaat Filsafat Dakwah
Manfaat filsafat dakwah adalah berguna untuk menentukan para da’I agar mampu memahami ajaran islam secara radikal, sampai keakar-akarnya sehingga menemukan kebenaran yang hakiki. Para da’I mampu menjelaskan bahwa islam universal, tidak bertentangan logika dan akal sehat. Dengan demikian ajaran islam disampaikan tidak hanya diterima secara dokmatis dan absolut semata, tetapi juga melalui kerangka fikiran yang rasional yang mampu memberikan arti penting dalam menyadari otoritas diri sebagi makhluk yang berdimensi dalam memahami diri dan hak miliknya.
Tujuan filsafat dakwah adalah memberikan pemahaman yang bersifat universal tentang suatu ajaran islam secara mendalam, mendasar dan radikal sampai keakar-akarnya, sehingga akhirnya dapat membawa pada kebenaran yang hakiki, kebenaran hakiki tersebut terimplementasikan dalam sikap keseharian sebagai orang islam. Dengan demikian filsafat dakwah juga memberikan kontribusi keilmuan dengan mempertajam metodologi dan pendekatan sehingga para da’I mampu melihat realitas umat secara tajam dan santun.[5]



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Objek dakwah adalah orang-orang yang dijadikan sasaran untuk menerima dakwah yang sedang dilakukan oleh da’i. Keberadaan objek dakwah yang sering kita kenal dengan mad’u, yang sangat heterogen baik ideologi, pendidikan, status sosial, sosial,, kesehatan dan sebagainya
Secara ringkas ruang lingkup filsafat dakwah paling tidak meliputi empat hal yang selalu punya kaitan erat. Yaitu:
a.         Manusia sebagai pelaku (subyek) dakwah dan manusia sebagai penerima (obyek) dakwah.
b.        Agama Islam sebagai pesan atau materi yang harus disampaikan, diimani serta diwujudkan dalam realitas (diamalkan) di masyarakat.
c.         Allah yang menciptakan manusia dan alam, sebagai Rab yang memelihara alam dan menurunkan agama Islam serta menentukan terjadinya proses dakwah. Dan
d.        Lingkungan, yaitu alam (bumi dan sekitarnya) tempat terjadinya proses dakwah.
            Manfaat filsafat dakwah adalah berguna untuk menentukan para da’I agar mampu memahami ajaran islam secara radikal, sampai keakar-akarnya sehingga menemukan kebenaran yang hakiki. Para da’I mampu menjelaskan bahwa islam universal, tidak bertentangan logika dan akal sehat.


DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri Yuyun, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakartra: Yayasan Obor Indonesia dan Leknas        LIPI, 1982)
Mustafa Ahmad, 1997: Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung.
A. Heri Hermawan, M Ag, Yaya Sunarya, M,pd. 2011: Filsafat Islam, Insan Mandiri, Bandung.
A. Munir Mulkham, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS, 1996)           
Siti Uswatun Khasanah, Berdakwah Dengan Jalan Debat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2007)


[1] Yuyun Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif, (Jakartra: Yayasan Obor Indonesia dan Leknas LIPI, 1982) hal 15

[2] Mustafa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997. Hal: 23
[3] Heri Hermawan, Yaya Sunarya, Filsafat Islam, Insan Mandiri, Bandung, 2011. Hal: 17

[4] Munir Mulkham, Ideologisasi Gerakan Dakwah, (Yogyakarta: SIPRESS) 1996.hal 11                                                                 

[5] Siti Uswatun Khasanah, Berdakwah Dengan Jalan Debat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset) 2007. Hal 16