BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kata sejarah dalam
bahasa Arab disebut tarikh dan sirah atau dalam bahasa Inggris disebut history.
Dari segi bahasa Al-Tarikh berarti ketentuan musa/waktu. Sedangkan menurut
istilah, Al-Tarikh berarti “sejumlah keadaan dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lampau dan benar-benar terjadi pada diri individu.
Oleh karena itu
sejarawan yang baik adalah sejarawan yang mampu mendatakan fakta sejarah masa
laulu seobjektif mungkin, pada awal masa modern terdapat golongan yang pesimis,
bahkan sinis terhadap sejarah, seperti Napoleon. Sebagaimana dikutip Ali
Syariati mengatakan “Sejarah tidak lain sekedar kebohongan-kebohongan yang
diterima oleh semua orang”.
Dari pengertian
tersebut kita dapat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Sejarah Islam adalah
peristiwa-peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi yang seluruhnya berkaitan
dengan agama Islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Jelaskan
Perkembangan Dakwah Masa Nabi?
2.
Jelaskan
perkembangan dakwah pada masa Khulafaur Al-Rasyidin?
3.
Bagaimana perkembangan
masa Umayah?
4.
Bagaimana
perkembangan masa Abbasiyah?
BAB II
PEBAHASAN
A.
Masa
Nabi Muhammad SAW
Selama hayatnya Nabi Muhammad SAW berdakwah
melalu lima periode, yaitu periode dakwah rahasia, periode dakwah terbuka, priode penindasan keagamaan, periode
hijrah ke Yatsrib, dan periode menetap di madinah.
1.
Periode
dakwah rahasia[1]
Wahyu
pertama yang diturunkan Allah kepada Rasul SAW adalah surat al-‘Alaq dengan
lima ayat permulaannya yang bunyinya bermakna: “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan mu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan Tuhan mu lah yang maha
mulia. Yang mengajar (manusia)
dengan pena. Dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”
(Yusran (ed.) 2009:598). Sesudah lima ayat itu berhenti menurut pendapat yang
kuat, selama 40 tahun.
Kemudian
diturunkan lagi wahyu berikutnya melalui surat al-Mudassir ayat 1 sampai 7, yang bunyinya berarti: “wahai orang yang berkemul (berselimut).
Bangunlah, lalu brilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu, dan bersihkanlah
pakaianmu, dan tinggalknalah segala (perbuatan) yang keji, dan janganlah engkau
(Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan
karena Tuhanmu bersabarlah” (Yusran (ed.), 2009:576).
Dengan turunnya ayat-ayat tersebut,
memulai Rasul SAW melakukan dakwah secara rahasia orang yang mula-mula beriman
dalam ahli baitnya adalah Khadijah dan Ali ibnu Abi Thalib. Dakwah Rasul SAW
disambut pula oleh Zaid ibnu Harisah (anak angkatnya) dan Ummu Aiman (ibu
asuhnya). Diluar ahli baitnya, orang yang mula-mula menerima dakwahnya adalah
Abu Bakar, kawan Rasul SAW sebelum diutus oleh Allah. Abu Bakar mendakwahkan
islam kepada orang-orang yang ia percayai, dari tokoh-tokoh Quraisy. Kelompok
orang yang menyambut dakwah Abu Bakar diantaranya adalah Usman ibnu Affan, Az-Zubair
ibnu Al-Awwam, Safiyah binti Abdil Muththalib, Abudrrahman ibnu Auf, Sa’ad ibnu
Abi waqqash, dan Thalhah ibnu Abdillah.
Dakwah rahasia tersebut berjalan selama
tiga tahun, dan jumla pemeluk islam mencapai 40 orang. Dari nama-nama tersebut ada
juga orang-orang terhormat suku Quraisy yang menerima (memeluk) agama islam.
Sejumlah budak lebih memiilih lapar, derita, dan kessusahan mengikuti Nabi
Muhammad SAW, padahal sekiranya mereka tinggal dengan majikannya akan lebih
tenang dan tentram.
2.
Periode
Dakwah Terbuka[2]
Periode
rahasia telah berlalu dan Rasul SAW tidak lagi melakukan dakwahnya kepada
kalangan umum suku Quraisy. Orang-orang yang telah menerima Islam melakukan
sholah secara sembunyi-sembunyi agar tidak tercium oleh orang-orang Quraisy.
Sejak
itu Rasulullah SAW mengganti dakwah rahasianya dengan dakwah terbuka.
Rasulullah SAW mengundang suku Quraisy dan orang-orang pun berkumpul hendak
mendengarkan apa yang akan dikatakannya. Peristiwa tersebut berlangsung dibukit
shofa. Sejak itu khutbah Rasulullah SAW menjadi salah satu media dakwah. Ketika
Rasulullah SAW menyeru mereka agar beriman kepada Alllah yang maha Esa, maka
Abu Lahab berkata: “hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami? Celakalah
engkau”. Saat itu pula Allah menurunkan surat al-Lahab, kemudian diturunkan pula ayat 214 sampai
dengan 216 surat Asy-Syu’ara yang bunyinya bermakna: “dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang
terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang
mengikutimu. Kemudian jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah
(Muhammad),”Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan”.
(Yusran (ed.), 2009:377).
3.
Periode Penindasan Keagamaan[3]
Ketika keganasan suku Quraisy tambah hebat menindas para
pengikutnya, Nabi Muhammad SAW menasihati mereka agar hijrah ke Abbesenia, maka
berangkatlah mereka melakukan hijrah pertama ke negeri itu, yakni sebanyak
sepuluh orang laki-laki dan lima orang perempuan. Suku Quraisy melakukan
penindasan dan siksaan terhadap Rasul SAW dan pengikut-pengikutnya. Namun
penindasan itu tidak mengubah sikap orang-orang yang beriman, maka suku Quraisy
pun melakukan pemboikotan terhadap Rasul SAW dan sahabat-sahabatnya. Mereka
menulis suatu piagam yang menyatakan kesepakatannya terhadap pemboikotan
tersebut. Karena pemboikotan tersebut tampaknya tidak menggoyahkan orang-orang
yang memeluk Islam, lalu mereka memikirkan untuk rujuk dari pemboikotan.
Rasul SAW menyuruh sahabat-sahabatnya untuk hijrah lagi
ke Abbesenia. Maka hijrahlah sebagian besar kaum muslimin berjumlah 83 orang
lak-laki dan 18 orang perempuan. Selama masa demikian, telah “bangun” lima
orang terkemuka dari suku Quraisy menuntut dibatlkannya piagam pemboikotan yang
telah mereka buat. Pada masa itu istri Rasul SAW, Khadijah wafat, kemudian
disusul oleh paman beliau Abu Thalib. Suku Quraisy terus saja menghina Rasul
SAW, maka Rasul pun pergi ke Taif untuk minta bantuan dari kabilah Tsaqif,
namun kabilah tersebut tidak mau menolongnya.
Di dalam periode ini pula telah datang Thufail Ibnu Amr
Al-Daus, famili Abu Hurairah kepada Rasul SAW. Ia menerima agama Islam dan
Rasul pun meminta dia agar mendakwahi kaumnya sepulang dia ke kampungnya. Isra’
Mi’raj terjadi di dalam masa ini. Rasul SAW menceritakannya kepada penduduk
Mekah namun mereka mendustakannya serta memandangnya sebagai sesuatu yang aneh
sekali. Karena suku Quraisy selalu menolak dakwahnya, Rasul SAW menwarkan agama
Islam kapada para kabilah. Pada tahun kesepuluh dari masa pengutusannya, Rasul
SAW menemui sejumlah penduduk Yasrib dari kabilah Khazraj saat musim haji. Enam
orang dari penduduk menerima Islam dan bersedia membantu perjuangan Rasul SAW.
4.
Periode Hijrah Rasul SAW beserta Kaum Muslimin ke Yastrib[4]
Para pemimpin suku Quraisy merasa sesak dada melihat
keteguhan orang-orang Islam, sehingga keganasannya makin menjadi-jadi. Dalam
rapatnya suku Quraisy mempertimbangkan untuk menghukum Muhammad SAW, sebab para
pelindungnya sudah tidak ada lagi, Khadijah sudah meninggal, begitu pula
pamannya, Abu Thalib. Macam-macam usul yang diajukan dalam rapat itu dan
akhirnya mereka sepakat untuk memilih seorang pemuda yang bisa mewakilinya dari
tiap kabilah. Semua pemuda itu doberi tugas untuk membunuh Nabi Muhammad SAW,
dan darahnya harus dibagikan kesemua kabilah bangsa Arab. Saat itu kaum
muslimin berangsur-angsur hijrah menuju Madinah.
Adapun pera pemuda yang ditugasi membunh Rasul SAW adalah
Uqbal ibnu Abi Mu’idh mewakili bani Abdi Syamsi, Umaiyah ibnu Khalaf mewakili
semua kabilah, Nadhru ibnu Al-Haris mewakili ibnu Abdi Al-Dar, dan Abu Jahal
mewakili bani Hasyim. Mereka harus hadir pada suatu malam yang telah ditetapkan
untuk melakukan pembunuhan. Pada malam tersebut mereka pergi dan mengepung
rumah Rasul SAW dari sejala penjuru. Namun demikian Allah menghancurkan
komplotan mereka sehingga rencananya gagal total.
5.
Periode Menetap di Madinah[5]
Di Madinah, Rasul SAW mulai membangun masjid pertaman
dengan berasakan taqwa, dan diberi nama Masjid Quba’. Kemudian Rasul SAW
melanjutkan perjalanannya sampai di wilayah Bani Salim tepat pada hari Jum’at.
Disana beliau melakukan shalat Jumat, dan di situlah beliau melaksanakan Jum’at
pertama, sekaligus memberikan Khutbah Jum’at pertama.
Selain itu, Rasul SAW pun mengadakan persaudaraan di
antara kaum Muhajirin dan Ansar. Di madinah Rasul SAW membuat piagam yang bisa
disamakn sengan sebuah konstitusi. Dalam periode Madinah, Rasul SAW mengadakan
perlindungan dakwah, yang dianggapnya perlu ada dalam keadaan perang, seperti
adanya pengintai dan mata-mata atau intelejen. Rasul SAW pun membentuk angkatan
perang kaum muslimin untuk maksud mengadakan perlindungan dakwah itu.
Selama di Madinah, sangat banyak pekerjaan Rasul SAW,
selain mengirimkan para utusan, mengadakan diplomasi keagamaan beliau juga
menerima utusan-utusan yang datang menghadap baliau, baik dari bangsa Arab,
atau bukan. Akhirnya di dalam periode ini Rasul SAW melakukan peperangan bela
diri dan perlindungan dakwah.
B.
Perkembangan Dakwah Pada Masa Khulafaur Al-Rasyidin
Pemerintahan Khulafaur Rasidin banyak melukiskan
perjalanan Rasul SAW dalam bidang pemberitaan. Kemudian ditambah bebrapa unsur baru yang diperlukan sesuai
dengan situasi masa masing-masing khalifah. Khalifah Abu Bakar berlangsung
selama tiga tahun dan semuanya merupakan keberkatan untuk Islam. Dalam
melakukan kekhalifahannya, Abu Bakar telah melakukan beberapa karya besar
sebagai berikut:
1)
Mengembalikan
orang-orang murtad kepada Islam
Setelah
Rasul SAW wafat, sebagian orang telah memeluk agama Islam berpendapat tidak
wajib membayar zakat. Menurut mereka zakat itu hanya diserahkan kepada Rasul
SAW saja. Abu Bakar membuat edaran kepada mereka supaya jangan membedakan zakat
dengan shalat.. Namun demikian, orang-orang itu tidak mengindahkan edaran Abu
Bakar, sehingga Abu Bakar memerangi tindakan mereka. Karya besar tersebut
merupakan kegiatan dakwah Islam Abu Bakar yang berhasil dibangunnya.
2)
Melaksanakan
penugasan batalion Usamah
Sebelum
wafat, Rasul SAW telah mempersiapkan tentara dibawa komando Usamah ibnu Zaid,
dan menyuruh Usamah bersiap-siap berangkat menuju Sam di daerah wilayah Romawi.
Maksud pembentukan batalion tersebut ialah untuk mengadakan patroli di
sepanjang tapal batas negeri kaum muslimin.. Keberadaan batalion tersebut
membuat orang-orang yang ingin murtad dari agama Islam mengurungkan niatnya.
Demikian pula keberadaan batalion tersebut merupakan satu medium pemberitaan
bagi para kabilah Arab, dimana tersirat bahwa Islam mempunyai kekuatan dan
pemerintah yang melindunginya luar dan dalam. Begitu pula bagi negeri-negeri
yang berbatasan dengan jazirah Arab.
3)
Pengiriman
angkatan perang ke Irak dan Syria
Islam
harus diamankan dari dalam dan juga dari luar. Politik demikian itu telah
dilakukan oleh Rasul SAW sendiri, dan Abu Bakar meneruskannya. Pengamanan Islam
dari dalam telah selesai dengan mengembailikan orang-orang murtad ke pengakuan
Islam. Tindakan tersebut dilakukan Abu Bakar agar orang-orang Arab yang telah
menganut Islam di perbatasan itu tidak hidup dalam keadaan cemas. Fakta
demikian itu pada hakikatnya memiliki dua sisi saling menyempurnakan, yaitu
sisi sejarah dan sisi pemberitaan serta dakwah Islamiah.
4)
Usaha
menghimpun ayat-ayat Al-Quran
Dalam
peperangan menumpas orang-orang yang murtad, banyak para kuffada mati syahid.
Umar menasihati Abu Bakar agar melakukan pengumpulan ayat-ayat Al-Quran yang
diwahyukan Allah. Maksudnya agar dijadikan Kitab Suci yang abadi dan tidak
mengalami perubahan dari tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hati
Abu Bakar terbuka menerima usul Umar. Maka sebelum usai masa kekhalifahan Abu
Bakar, Al-Qur’an telah tersusun dalam bentuk tulisan, disamping yang berada
dalam ingatan dan hafalan sejumlah kaum muslimin.
2.
Umar Ibn Khattab[7]
Khalifah Umar
adalah pemimpin negara Islam. Selama pemerintahannya, ia telah melakukan
beberapa pekerjaan besar pula, diantaranya:
1)
Membentuk
perkantoran (dewan)
Diantaranya membentuk Dewan Peradilan, Sensus,
Kharaj, Pos, Baitul Mal, dan Dewan Perkiraan Serangan Musuh (Intelejen)
2)
Membangun
gedung-gedung percetakan uang, rumah penjara dimana orang-orang yang berdosa
dihukum, perdagangan kebajikan yang disebut baitul dojiq untuk membantu para
miskin dan orang kelaparan.
3)
Melakukan
politik pemberitaan
1.
Penaklukan
atas dasar politik Rasul SAW dan Abu Bakar
2.
Para
sahabat Rasul SAW tidak diperkenankan meninggalkan Madinah, karena mereka
dipandang sebagai Majelis Suru
3.
Memata-mata
suasana dan perikehidupan rakyat
4.
Mengirim
surat edaran kepada komandan, gubernur, dan qadhi
5.
Melakukan
kunjungan ke berbagi kota dan daerah
6.
Qudwah
hasanah Umar sendiri
7.
Memberi
bantuan dan santunan kepada orang sakit yang non muslim
8.
Sewaktu-waktu
memanggil para amir daerah agar menghadapnya.
4)
Melakukan
penaklukan-penaklukan
Pada masanya,
Umar berhasil menaklukkan Persia, Babil, Kusa, Sabath, Jalula’, Naimuwa, Mosol,
Manzah, Hait, Ahwar, Tastar, Sus Hamarau, Azrabijah, Al-Bab, Khurasan, Posa,
Darabajraj, Karman, Sijirtan, Makran, Syria, Damaskus, Humash, dan Mesir.
Penduduk Persia, Irak, dan Suria melihat bahwa dalam Islam terdapat kemerdekaan
dan toleransi yang menyelamatkan mereka dari tirani, paksaan, dan
kesewenangan-wenagan selama masa itu. Saat otu pula Islam menjamin kemerdekaan
beragama bagi mereka, membebaskan mereka dari kewajiban dinas militer dengan
membayar jizyah dan mereka boleh tetap menganut agama lamanya.
3. Usman
Ibn Affan[8]
Pada masa Usman,
dakwah Islamiah dilakukan dengan beberapa gebrakan di bidang militer, dan
penulisan beberapa mushaf al-Quran. Gerakan militer masa Usman diarahkan kepada
sasaran berikut:
1)
Menghukum
orang-orang yang melanggar, dan memadamkan pemberontakan yang berlangsung dalam
sebagian wilayah yang telah masuk Islam masa Umar.
2)
Meneruskan
perluasan Islam di wilayah yang telah dikuasai pada masa Umar ibn Khattab.
Dengan demikian, negeri Barqah, Torabolis, sebagian negeri-negeri di anatara
sungai Ainu Darya dengan Sys Darya bergabung ke dalam Daulah Islamiah. Saat itu
juga kaum muslimin bisa menguasai Bolakh, Harah, Kabul, dan Gaznah dari Turki.
Karena timbul
anaeka macam cara dalam membaca Al-Quran, maka Usman memerintahkan penulisan
mushaf al-Quran dangan dialog Quraisy. Maka ditulislah beberapa buah mushaf
dimaksud, kemudian dikirimkan ke beberapa kota Islam waktu itu, dan sebuah
mushaf ditinggalkan bersama Usman. Mushaf inilah yang dikenal dengan sebutan
Mushaf Al-Imam, dan terkenal sampai kini.
Namun demikian
situasi masa Usman mulai memburuk dan kacau, Usman tidak melarang para sahabat
Nabi Muhammad SAW meninggalkan ibu kota tempat ia memerintah.
4. Ali Bin Abi Thalib[9]
Ali adalah seorang yang
memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. Beberapa
hari setelah pembunuhan Utsman stabilitas keamanan kota Madinah menjadi rawan
kemudian Ali bin Abi Thalib tampil mengantikan Utsman, menerima baiat dari
sejumlah kaum muslimin.
Tugas pertama yang dilakukan
Ali adalah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua
tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Utsman. Ali juga menurunkan semua
gubernur yang tidak disenangi rakyat. Oposisi terhadap Ali secara
terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka sepakat
menuntut khalifah Ali segera menghukum para pembunuh Ustman. Tuntutan yang sama
juga diajukan oleh Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan peristiwa itu untuk
menjatuhkan kekuasaan Ali.
Khalifah Ali sebenarnya ingin
menghindari pertikaian dan mengajukan kompromi kepada Thalhah dan kawan-kawan,
tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai. Oleh karena itu, kontak
senjata tidak dapat dielakkan lagi. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah. Segera sesudah
menyelasaikan gerakan Thalhah dan kawan-kawan pusat kekuasaan Islam di
pindahkan ke kota Kufah. Sejak saat itu berakhirlah Madinah sebagai ibukota
kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa berdiam
disana. Sekarang Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah Islam, kecuali
Suriah.
Maka dengan dikuasainya Syiria
oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali. Pertempuran sesama muslim
terjadi lagi, yaitu antara angkatan oerang Ali dan pasukan Muawiyah di kota tua
Siffin. Peperangan Siffin diakhiri melalui tahkim (arbitrase). Namun ternyata
tidak menyelesaikan masalah, dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij.
Kelompok Khawarij benar-benar merepotkan khalifah Ali, sehingga memberikan
kesempatan kepada pihak Muawiyah, untuk memperkuat dan meluaskan kekuasannya.
Karena kekuatannya telah banyak
menurun, terpaksa Khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah,
yang secara politis berarti Khalifah mengakui keabsajan kepemilikan Muawiyah
atas Syiria dan Mesir. Kelompok Muawiyah juga berusaha sedapat mungkin untuk
merebut massa Islam dari pengikut Ali, Muawiyah, dan Amr. Tepat pada 17 Ramadan
40 H, khalifah Ali terbunuh, pembunuhnya adalah Ibnu Muljam, seorang anggota
Khawarij yang sangat fanatik.
C. Perkembangan Masa
Umayah
Dalam masa ini
terjadi perluasan wilayah Islam yang mencakup tiga medan (Syalaby, 1974:113),
yaitu:[10]
1.
Medan
melawan kekuasaan Romawi di Asia Minor, dan meluas ke pengepungan Kustantiniyah
serta beberapa pulau di laut Tengah,
2.
Medan
utara Afrika meluas sampai ke laut Atlantik, kemudian menyeberangi Selat
Gibyaltar dan meluas ke Azbania,
3.
Medan
timur, dari Irak kemudian bercabang dua. Satu cabang menuju ke utara ke
daerah-daerah antara Amu Darya dan Syz Darya, dan satu cabang lagi ke selatan
mencapai negeri Siud.
Umar Ibnu Abdil
Aziz merupakan seorang Khalifah Umawiyah yang saleh. Usahanya di bidang dakwah
Islamiah antara orang-orang Islam yang melampaui batas, dia menggantikan perang
dengan mendakwahi kaum non muslim secara hikmah dan pengajaran yang baik.
Dengan orang-orang Islam yang melampaui batas dan golongan Khawarij, ia
melakukan semacam dialog agar bisa menundukkan mereka melalui dalil-dalil yang
dikemukakannya dalam kegiatan dakwahnya itu, Umar mengalami kesuksesan dalam
dakwahnya.
Melalui ilmu dakwahnya itu pila
raja-raja Sindi menjadi masuk Islam, serta rakyat negerinya itu pun mengikuti
jejak raja-rajanya. Demikian pula kebanyakan orang Mesir, Syria, dan Persia,
yang mulanya tidak mau masuk Islam, pada masa Umar Ibnu Abdil Aziz mereka langsung
memeluk agama Islam. Sesudah masa Amawiyah,
terhentilah perluasan daerah Islam.
Daulah Abassiyah pun tidak bisa maju lagi setapakpun, namun tidak berarti
pergerakan Islam mandekberhenti. Islam terus
berjuang dan memperoleh kemenangan melalui perjalanan dakwah para dai dan
pedagang.
Keadaan yang
membantu kaum muslimin mencapai kemenangan dalam penaklukan Sindi adalah
dukungan dua suku, yaitu suku Sindi dan Siud. Sindi bergabung dengan tentara
kaum muslimin dan orang-orang Siud yang mengangkat kaum muslimin sebagai
penguasa serta membayar jizyah dengan sukarela. Masa
Amawiyah ditandai dengan sejumlah pergerakan pemikiran dan revolusi yang tidak
terdapat pada masa-masa lainnya. Masa ini merupakan masa yang paling subur
dengan revolusi pemikiran dan revolusi kemiliteran, yaitu dengan pergerakan
Syi’ah, Revolusi Abdullah ibnu Zubair, Khawarij, Muktarilah, Jabariah, dan
Murjiah.
D. Perkembangan
Mas Abbasiyah
Masa Abbasiyah[11]
pertama (132-232 H) merupakan masa renaisans ilmiah, dalam masa ini terjadi
penyusunan dan penulisan kitab-kitab, pengaturan ilmu-ilmu Islam yang disebut
juga Al-Ulumul Naqliyah, dan penerjemah dari bahasa asing. Tahap terendah dalam menyusun dan
menulis kitab ialah mencatat pemikiran atau hadits dan sebagainya pada
lemabaran kertas yang tersendiri. Tahap pertengahan adalah membukukan
pemikiran-pemikiran yang sama, atau hadits Rasul SAW dalam satu buku (dewan).
Maka terkumpullah hukum-hukum Fiqh dalam satu buku, atau sekumpulan hadits,
atau berita-berita sejarah, dan sebagainya. Tahap tertinggi lebih teliti lagi dalam
membukukannya, penyusunan lebih teratur, berdasarkan bab dan pasal-pasal
tertentu.
Untuk
penerjemahan dari bahasa asing, pada masa itu dibangun Baitul Hikmah bagi para
ahli pengetahuan, yang berkumpul guna melakukan penerjemahan tersebut. Selain
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, para khalifah masa itu pun mempunyai
hubungan diplomatik dengan raja-raja di Eropa.
Masa Abbasiyah kedua (232-290 H) dan ketiga (590-656 H)
merupakan masa-masanya berkuasa Turki (Al-Mamalik), Banu Buwaih, dan Saljuk.
Pada masa ini tercatat usaha di seluruh kota di wilayah Irak dan Khurasan.
Perguruan dimaksud diberi nama Al-Nidhamiyah. Jaringan perguruan tersebut
kemudian meluas ke kota-kota Bagdad, Balakh, Naisapur, Harah, Ishfaham, Basrah,
Moro, Amal, dan Mosol. Nama perguruan itu diambil dari nama raja pendirinya,
seperti Nidham’i Muluk. Raja ini memberi perhatian yang sangat besar terhadap
tokoh-tokoh unggulan pada masanya seperti Al Gazali yang terkenal sebagai
“lautan ilmu-ilmu Islam,Tasawuf, dan Filsafat”. Kitab-kitabnya banyak dibaca
dunia Barat oleh kaum Orientalis. Karya besar Al-Gazali adalah Ihya Ulumud Din,
yang bermakna menghidupkan ilmu-ilmu agama.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui bahwa agama Islam
telah mulai tersiar melalui ilmu pengetahuan, seperti
Tafsir dan Hadits. Dengan dibukukannya ilmu-ilmu itu, maka Islam menjadi
dikenal lebih luas di kalangan masyarakat muslim sendiri dan juga non muslim.
Islam pun tersiar melalui kitab-kitab fiqih, sehingga masyarakat pun mulai
berkenalan dengan hukum-hukum Islam. Melalui kitab-kitab Tafsir, Hadits, dan
Fiqih, Islam pun sampai ke pelosok-pelosok alam Islam pada masa Itu. Bahkan
sampai juga ke dalam pelosok-pelosok sebagian masyarakat Barat.
` Hubungan
diplomatik juga mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dakwah Islamiyah.
Walaupun raja-raja di Eropa tidak memeluk Islam, namun mereka beserta rakyatnya
sudah mengenal Islam melauli utusan-utusan diplomatik dari para khalifah Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua ajaran Islam yang
terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW telah disiarkan melalui
beberapa periode. Penyiarannya telah sempurna dengan sejumlah alternatif dan
sarana terbuka. Namun demikian, untuk menempatkan dakwah dalam ilmu pengetahuan
harus disertai analisa, persepsi, dan penafsiran.
Segala usaha yang dilakukan
para khulafaur Khulafaur Rasyidin adalah karya-karya untuk dapat terlaksananya
dakwah Islamiah, sesuai dengan kondisi dan situasi masanya masing-masing
khalifah. Masa Umayah ditandai dengan sejumlah pergerakan pemikiran dan
revolusi pada masa-masa kainnya. Masa Abbasiyah mengalami banyak kemajuan
melalui tersiarnya ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Suhandang, Kustadi. Ilmu Dakwah. 2013.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban
Islam. 2009. Jakarta: AMZAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar