BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Antropologi
adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan
antropologi tetapi tetap penting untuk dibicarakan. Kebanyakan pengertian
antropologi sependapat bahwa muncul dan berkembangnya antropologi sebagai
cabang keilmuan yang jelas batasannya pada manusia pertengahan abad kesembilan.
Setiap antropolog dan ahli sejarah berhak dan memiliki alasan sendiri-sendiri
untuk menentukan kapan antropologi dimulai[1].
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah antropologi menurut berbagai ahli?
2.
Bagaimana
perkembangan antropologi sebagai ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Antropologi
Sejarah perkembangan antropologi menurut Koentjaraningrat. Beliau
berpendapat perkembangan antropologi ada empat fase, yaitu :
a.
Fase
pertama, sebelum 1800
Dari akhir abad ke-15 dan pada awal abad ke-16, suku-suku Asia
Afrika, Amerika, dan Oseania kedatangan bangsa Eropa Barat kurang lebih 4 abad.
Orang-orang Eropa yang datang dari berbagai kalangan atau pekerjaan. Mereka
mulai menrbitkan buku-buku tentang perjalanan yang mereka alami dan pengalaman
mereka tentang kunjungan mereka di
berbagai bangsa. Dalam buku mereka di deskripsikan tentang adat istiadat,
susunan masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik yang ada di bangsa yang mereka
kunjungi. Deskripsi itu disebut sebagai “etnografi” yaitu dari kata etnos
berarti bahasa.
b.
Fase
kedua, kira-kira pertengahan abad ke-19
Awal abad ke-19 sudah ada usaha untuk mengintregasikan secara
serius beberapa karangan yang membahas tentang masyarakat dan kebudayaan di
dunia berbagai evolusi.masyarakat dan kebudayaan yang ada di dunia menyangkut
masyarakat “primitiv” yang tingkat evolusinya sangat lambat maupun yang
sudah dianggap maju. Pada semanusiar 1860, lahirlah antropologi setelah ada
beberapa karangan yang klafikasikan
bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia yang berbagai tingkat
evolusi.
c.
Fase
ketiga, awal abad ke-20
Pada awal abad ke-20, bangsa eropa sudah memantapkan kekuasaannya
di daerah yang sudah dijajah. Pada fase ini mulai ada anggapan bahwa
mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat
tersebut umumnya sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Memahami mengenai masyarakat
yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat
yang kompleks.
d.
Fase
keempat, sesudah kira-kira 1930
Pada fase ini antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi
akademik. Perkembangannya meliputi ketelitian bahan pengetahuannya maupun
metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan
gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive.setelah Perang Dunia II,
menyebabkan antropologi kehilangan lapangan. Karena itu para ahli antropologi
pada tahun 1930, sasaran dan objek penelitian beralih dari suku primitive non
eropa ke penduduk pedeasaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika.
Perkembangan pada fase ini ditandai dengan symposium internasional pada tahun
1950-an.
Pada fase keempat ini antropologi memiliki dua tujuan utama, yaitu
:
1.
Tujuan
akademis, untuk mencapai pemahaman tentang manusia berdasarkan bentuk fisik,
masyarakat dan kebudayaannya.
2.
Tujuan
praktis, untuk kepentingan pembangunan[2].
B.
Perkembangan
Antropologi
Disiplin ilmu antropologi merupakan produk peradaban Barat yang
relatif baru. Dalam sejarah lahirnya, perkembangan ilmu tersebut melalui suatu
tahapan panjang[3].
Lambannya perkembangan antropologi dikarenakan keterbatasan teknologi yang
dimiliki oleh manusia. Hampir sepanjang sejarahnya, cakrawala geografis manusia
sangat terbatas. Tanpa adanya sarana untuk mengadakan perjalanan ke
tempat-tempat yang jauh di dunia., observasi tentang kebudayaan dan orang-orang
yang jauh dari tempat tinggalnya sulit – kalau tidak mustahil – untuk di
kerjakan. Biasanya tidak banyak orang yang mempunyai kesempatan khusus untuk
mengadakan perjalanan. Studi tentang bangsa-bangsa dan kebudayaan asing tidak
dapat diharapkan berkembang sebelum cara-cara transportasi dan kominikasi yang
memadai dapat dikembangkan.
Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa orang tidak pernah menyadari
tentang adanya bangsa-bangsa lain di dunia, yang roman mukanya dan perilakunya
berbed dengan mereka sendiri.
Unsur lain yang penting,
yang ikut menyebabkan lambannya perkembangan ilmu antropologi adalah kegagalan
orang Eropa untuk melihat bahwa mereka dan bangsa-bangsa di daerah lain
memiliki seifat kemanusiaan yang sama. Masyarakat yang tidak berpegang kepada
nilai-nilai pokok kebudayaan Eropa dianggap “buas” atau “biadab”. Baru pada
akhir abad ke delapan belas cukup banyak orang Eropa berpendapat bahwa prilaku
bangsa-bangsa asing itu sama sekali relevan untuk memahami diri mereka sendiri.
Kesadaran tentang keanekaragaman umat manusia itu, yang datang pada waktu orang
lebih banyak berusaha menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam,
menimbulkan kesangsian tentang mitologi injil yang tradisional, yang tidak
memberi “keterangan” yang mamadai lagi tentang keanekaragaman manusia. Dari
pemikiran ulang yang kemudian terjadi, timbullah kesadaran bahwa studi tentang
bangsa-bangsa “biadab” itu adalah studi tentang umat manusia seluruhnya[4].
Koentjaraningrat memaparkan bahwa keberadaan lembaga-lembaga etnologi
merupakan awal lahirnya antropologi. Lembaga Societe Etnologuque yang
didirikan di Paris tahun 1839 oleh cendekiawan M. Edwards, merupakan lembaga
yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal munculnya disiplin ilmu Antropolgi.
Di London terdapat The Ethnological Society yang didirikan
oleh tokoh anti perbudakan T. Hodgking. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah
menjadi pusat pengumpulan data dan studi bahan-bahan etnologi yang berasal dari
berbagai kebudayaan di dunia. Dua puluh lima tahun kemudian terbitlah buku yang
memuat pedoman dalam mengumpulkan etnolografi secara teliti.
Etnologi sacara resmi diakui dalam dunia perguruan tinggi di
Inggris dengan diadakannya mata kuliah dan dosen pertama antropologi. Tylor
adalah seorang ahli arkeologi yang mendapatkan pendidikan sastra tentang
peradaban Yunani dan Romawi kuno. Tylor banyak berjasa dalam upaya
mengembangkan Antropologi. Taylor mempunyai banyak karya tentang antropologi.
Disamping itu, ia menulis tentang evolusi keluarga dalam salah satu bukunya. Ia
mengemukakan bahwa keluarga berevolusi dari sistem matriarchate ke tingkat
patriarchate.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar