Rabu, 07 Desember 2016

makalah antropologi



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Antropologi adalah suatu ilmu sosial yang pemaparannya mengenai sejarah pembentukan antropologi tetapi tetap penting untuk dibicarakan. Kebanyakan pengertian antropologi sependapat bahwa muncul dan berkembangnya antropologi sebagai cabang keilmuan yang jelas batasannya pada manusia pertengahan abad kesembilan. Setiap antropolog dan ahli sejarah berhak dan memiliki alasan sendiri-sendiri untuk menentukan kapan antropologi dimulai[1].

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah antropologi menurut berbagai ahli?
2.      Bagaimana perkembangan antropologi sebagai ilmu?


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Antropologi
Sejarah perkembangan antropologi menurut Koentjaraningrat. Beliau berpendapat perkembangan antropologi ada empat fase, yaitu :
a.       Fase pertama, sebelum 1800
Dari akhir abad ke-15 dan pada awal abad ke-16, suku-suku Asia Afrika, Amerika, dan Oseania kedatangan bangsa Eropa Barat kurang lebih 4 abad. Orang-orang Eropa yang datang dari berbagai kalangan atau pekerjaan. Mereka mulai menrbitkan buku-buku tentang perjalanan yang mereka alami dan pengalaman mereka tentang  kunjungan mereka di berbagai bangsa. Dalam buku mereka di deskripsikan tentang adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik yang ada di bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi itu disebut sebagai “etnografi” yaitu dari kata etnos berarti bahasa.
b.      Fase kedua, kira-kira pertengahan abad ke-19  
Awal abad ke-19 sudah ada usaha untuk mengintregasikan secara serius beberapa karangan yang membahas tentang masyarakat dan kebudayaan di dunia berbagai evolusi.masyarakat dan kebudayaan yang ada di dunia menyangkut masyarakat “primitiv” yang tingkat evolusinya sangat lambat maupun yang sudah dianggap maju. Pada semanusiar 1860, lahirlah antropologi setelah ada beberapa karangan yang  klafikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia yang berbagai tingkat evolusi.
c.       Fase ketiga, awal abad ke-20
Pada awal abad ke-20, bangsa eropa sudah memantapkan kekuasaannya di daerah yang sudah dijajah. Pada fase ini mulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut umumnya sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Memahami mengenai masyarakat yang tidak kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang kompleks.
d.      Fase keempat, sesudah kira-kira 1930
Pada fase ini antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi akademik. Perkembangannya meliputi ketelitian bahan pengetahuannya maupun metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive.setelah Perang Dunia II, menyebabkan antropologi kehilangan lapangan. Karena itu para ahli antropologi pada tahun 1930, sasaran dan objek penelitian beralih dari suku primitive non eropa ke penduduk pedeasaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Perkembangan pada fase ini ditandai dengan symposium internasional pada tahun 1950-an.
Pada fase keempat ini antropologi memiliki dua tujuan utama, yaitu :
1.      Tujuan akademis, untuk mencapai pemahaman tentang manusia berdasarkan bentuk fisik, masyarakat dan kebudayaannya.
2.      Tujuan praktis, untuk kepentingan pembangunan[2].
B.     Perkembangan Antropologi
Disiplin ilmu antropologi merupakan produk peradaban Barat yang relatif baru. Dalam sejarah lahirnya, perkembangan ilmu tersebut melalui suatu tahapan panjang[3]. Lambannya perkembangan antropologi dikarenakan keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh manusia. Hampir sepanjang sejarahnya, cakrawala geografis manusia sangat terbatas. Tanpa adanya sarana untuk mengadakan perjalanan ke tempat-tempat yang jauh di dunia., observasi tentang kebudayaan dan orang-orang yang jauh dari tempat tinggalnya sulit – kalau tidak mustahil – untuk di kerjakan. Biasanya tidak banyak orang yang mempunyai kesempatan khusus untuk mengadakan perjalanan. Studi tentang bangsa-bangsa dan kebudayaan asing tidak dapat diharapkan berkembang sebelum cara-cara transportasi dan kominikasi yang memadai dapat dikembangkan.
Dengan ini tidak dimaksudkan bahwa orang tidak pernah menyadari tentang adanya bangsa-bangsa lain di dunia, yang roman mukanya dan perilakunya berbed dengan mereka sendiri.
 Unsur lain yang penting, yang ikut menyebabkan lambannya perkembangan ilmu antropologi adalah kegagalan orang Eropa untuk melihat bahwa mereka dan bangsa-bangsa di daerah lain memiliki seifat kemanusiaan yang sama. Masyarakat yang tidak berpegang kepada nilai-nilai pokok kebudayaan Eropa dianggap “buas” atau “biadab”. Baru pada akhir abad ke delapan belas cukup banyak orang Eropa berpendapat bahwa prilaku bangsa-bangsa asing itu sama sekali relevan untuk memahami diri mereka sendiri. Kesadaran tentang keanekaragaman umat manusia itu, yang datang pada waktu orang lebih banyak berusaha menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam, menimbulkan kesangsian tentang mitologi injil yang tradisional, yang tidak memberi “keterangan” yang mamadai lagi tentang keanekaragaman manusia. Dari pemikiran ulang yang kemudian terjadi, timbullah kesadaran bahwa studi tentang bangsa-bangsa “biadab” itu adalah studi tentang umat manusia seluruhnya[4].
Koentjaraningrat memaparkan bahwa keberadaan lembaga-lembaga etnologi merupakan awal lahirnya antropologi. Lembaga Societe Etnologuque yang didirikan di Paris tahun 1839 oleh cendekiawan M. Edwards, merupakan lembaga yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal munculnya disiplin ilmu Antropolgi.
Di London terdapat The Ethnological Society yang didirikan oleh tokoh anti perbudakan T. Hodgking. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah menjadi pusat pengumpulan data dan studi bahan-bahan etnologi yang berasal dari berbagai kebudayaan di dunia. Dua puluh lima tahun kemudian terbitlah buku yang memuat pedoman dalam mengumpulkan etnolografi secara teliti.
Etnologi sacara resmi diakui dalam dunia perguruan tinggi di Inggris dengan diadakannya mata kuliah dan dosen pertama antropologi. Tylor adalah seorang ahli arkeologi yang mendapatkan pendidikan sastra tentang peradaban Yunani dan Romawi kuno. Tylor banyak berjasa dalam upaya mengembangkan Antropologi. Taylor mempunyai banyak karya tentang antropologi. Disamping itu, ia menulis tentang evolusi keluarga dalam salah satu bukunya. Ia mengemukakan bahwa keluarga berevolusi dari sistem matriarchate ke tingkat patriarchate.


[1]Misbah Zulfa Elizabeth, Antropologi Kajian Budaya Dan Dinamikanya,CV. Karya Abadi Jaya, Semarang,2015,hal.18
[2]Ibid.hal.19-21
[3]Ibid.hal.21
[4]William A. Haviland,Antropologi,Erlangga,Jakarta,1999,hal. 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar